Antara Pacar Atau Sahabat....???


Pilih pacar atau sahabat ..???
hemm,, kali ini saya ingin berbagi pengalaman saya ketika sedang berbincang-bincang dengan seorang sahabat saya yang katanya memilih tidak pacaran dulu untuk sekarang ini.....
ketika saya bertanya kepadanya.. ehm begini bincang-bincang kami :

Saya        : Mas Bro,, kok gak nyari pacar lagi sekarang,, apa da insyaf ne ceritanya hehehe...?
Mas Bro  : hem,, bukan begitu gan,, saya dan beberapa teman saya da buat perjanjian..?
saya        : Perjanjian ..??? perjanian apa tuh ?
Mas Bro  : begini ceritanya gan,, waktu tu kami lagi nongkrong di tempat tongkrongan biasa, tapi pada malam  tu terasa sepi kali, yang lain pada sibuk sama pacarnya ,, gak ada waktu buat sahabat lagi, bentar-bentar ngantar pacar, ngawani shoping, jalan sana, jalan sini ,, jarang deh waktu buat kami untuk sama sama lagi.. padahal kalau diingat-ingat waktu mau deketin cewe yang sekarang da jadi pacrnya tu, sahabat juga kan yang nemeni nyamerin kerumahnya.. waktu ada apa-apa sahabat juga kan yang bantuin...
jadi pada malam tu kami yang udah pada putus ne buat perjanjian bahwa untuk sekarang ne gak akan pacaran dulu... langsung nikah aja ntar ....

saya        : Oh jadi gtu ceritanya ya mas bro....bener juga sih. kalau udah punya pacar pasti kita    melupakan sahabt. melupakan lau yang selalu ada buat kita tu sahabat., padahal belum tentu juga tu pacarnya bakalan jadi istrinya kelak... 
hemmmmm,,,,
saya jadi ingat sama bacaan waktu ane baca di blog "bidadut's curhat" begini katanya mas bro...

Saat kamu sedang bertengkar dengan pacar & curhat ke sahabat, pasti sahabat akan kasih saran yang terbaik buatmu…
Tapi, saat kamu sedang bertengkar sama sahabat & curhat ke pacar, pacar akan bilang “Udah ga usah temenan lagi sama dia”
Saat kamu sedang makan sama pacar, terus kamu bilang mau mengajak sahabat, pacar bilang, “Ngapain sih? Mereka cuma ganggu kita”
Tapi saat kamu sedang makan sama sahabat, terus kamu bilang mau mengajak pacar, sahabat bilang, “Ajak aja, biar tambah rame dan seru”
Saat kamu sedang dijauhin sahabat, pacar bilang “Udah ga usah sedih, masih banyak temen yang lain, mereka mah ga penting, pentingan juga aku”
Tapi saat kamu putus sama pacar kamu, sahabat bilang
“Aku yakin kamu akan dapat yang lebih baik dari dia, kita ga akan tinggalin kamu”
Itu bukti ketulusan sahabat, walau kamu sayang banget sama pacar kamu, tapi jangan pernah kamu meragukan kesetiaan sahabat ...
mas bro       : nah bagus banget tu kata2 ada benernya juga tuh,,,
saya             : yoi bro,, jadi gimana teman2 yang lain pada setuju gak sama perjanjian tu ..?
mas bro        : ya mereka setuju2 aja ,, bukan apa2 gan, mereka susah cari cewek ..
saya             : Gubrak,,, oalah koplak ...
kalau menurut saya ne mas , yang salah tu temennya mas, masak lupa ma sahabt sendiri seharusnya harus balance dong antara sahabat ma pacar,,, tapi bagus deh mas bro jadi ngurangi dosa, kiamat kan dah dekat..
mas bro       : hem, yang penting no pacaran deh untuk sekarang....no coment lagilah...
saya            : ??? Bingung

wawancaara di atas adalah kisah nyata seseorang yang beranama Fauzi Ramadhan yang sudah melalui proses editing hehe ...
Begitulah hasil percakapan kami,, walaupun tulisan ini sedikit tidak nyambung hehe..
gimana pendapatmu ,,,?
n satu lagi ne tulisan ini tidak mengandung unsur apapun, termasuk unsur untuk membenarkan pacaran, ini hanya sekedar tulisan dari saya yang sedang suntuk mau ngapain ...
sekian...




Makalah Hukum Pidana "Gabungan Tindak Pidana"

Makalah Ini Disusun Oleh:
Nurjannah, Nurul Khairiyah, Wahyu Sanjaya Putra

BAB I
PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG MASALAH

Samenloop / concursus dapat diterjemahkan gabungan atau perbarengan. Dalam makalah ini akan digunakan istilah “gabungan”. Gabungan tindak pidana yaitu apabila seseorang atau lebih melakukan satu perbuatan dan dengan melakukan satu perbuatan, ia melanggar beberapa peraturan pidana atau apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan, dan itu belum dijatuhi putusan hakim atas diri orang tersebut dan terhadap beberapa pelanggaran dari beberapa peraturan pidana itu diadili sekaligus.
Dengan demikian dalam makalah ini akan membahas lebih detail terhadapa gabungan tindak pidana tersebut.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Apa definisi gabungan tindak pidana (Samenloop/Concursus)..?
2.      Bagaimana sistem teori gabungan melakukan tindak pidana..?
3.      Apa-apa saja bentuk-bentuk gabungan melakukan tindak pidana,,?

C.     TUJUAN MASALAH

Setelah mempelajari pokok pembahasan makalah ini mahasiswa diharapkan dapat memahami pengerian Concursus/samenloop (gabungan malakukan tindak pidana) dalam kaitan penjatuhan hukuman, mengetahui teori gabungan melakukan tindak pidana, dan mengatahui bentuk-bentuk gabungan melakukan tindak pidana.









BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Pengertian gabungan tindak pidana dalam bahasa. Indonesia dalam bahasa Belanda juga disebut sebagai Samenloop van strqfbaar feiten dan sedangkan concursus berasal dari bahasa, Latin. Dikalangan para sarjana digunakan beberapa terjemahan seperti gabungan tindak pidana atau rentetan peristiwa pidana dan masih banyak lagi. Konsekwensi dari penggunaan istilah perbuatan pidana adalah untuk memisahkannya dari pertanggung jawaban pidana, maka dalam uraian ini akan digunakan terjemahan KUHP dari Moeljatno yang menerjemahkan gabungan tindak pidana, yaitu[1] :

a.        Bilamana seseorang melakukan satu perbuatan dan dengan melakukan satu             perbuatan  itu    melanggar beberapa peraturan pidana;

b.    Bilamana seseorang melakukan beberapa perbuatan, dalam tiap-tiap perbuat mana merupakan perbuatan pidana yang masing-masing berdiri sendiri sendiri, dan    terhadap salah satu perbuatan tersebut belum pernah dijatuhi keputusan hakim. Atas     orang tersebut kemudian diadili sekaligus.
           
            Di samping dari pada beberapa perbuatan pidana yang masing-masing merupakan perbuatan berdiri sendiri (kejahatan atau pelanggaran) tetapi diantara perbuatan itu ada hubungannya satu sama lain yang harus dianggap sebagai satu perbuatan berlanjut.
 Dalam sistemtika KUHP peraturan tentang perbarengan perbuatan pidana mengenai ketentuan mencenai ukuran dalam menentukan pidana, sedangkan tentuan mengenai pengulangan beberapa perbuatan pidana merupakan aturan delik khusus dengan pemberatan pidana ditambah sepertiganya dari ancaman pidana kejahatan tertentu. Menurut rumusan undang-undang yang dimaksud dengan perbarengan perbuatan pidana ialah seseorang melakukan satu perbuatan yang melanggar beberapa peraturan hukum pidana atau melakukan beberapa perbuatan yang masing-masing perbuatan berdiri sendiri yang akan diadili sekaligus, dan salah sate dari perbuatan, pidana itu belum dijatuhkan putusan hakim.

Menurut para sarjana tentang gabungan tindak pidana atau gabungan satu perbuatan pidana:
§  Menurut TAVERNE Mengemukakan tentang Vermaterialisering dari perbuatan dan menyatakan, bahwa gabungan beberapa perbuatan terjadi, apabila tindakan yang berbeda dari sudut hukum pidana in conctero dapat dianggap satu sama lain terlepas.
§  Menurut VAN BEMMELEN Gabungan satu perbuatan atau beberapa perbuatan tergantung pada masalah satu atau beberapa kepentingan hukum yang terlanggar, ataupun. apakah dengan melakukan perbuatan yang satu itu tertuduh melakukan dengan sendirinya (otomatis) juga perbuatan lain.

Syarat-syarat terjadinya Gabungan Tindak Pidana

Untuk dapat dikatakan telah terjadi gabungan tindak pidana maka suatu perbuatan tersebut harus memenuhi syarat-syarat suatu gabungan tindak pidana. Untuk mengetahui syarat-syarat dari suatu gabungan tindak pidana kita harus memperhatikan secara teliti rumusan dari pasal-pasal tentang gabungan tindak pidana.

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi supaya perbuatan itu dapat dinyatakan sebagai tindak pidana gabungan yaitu : Ada dua/lebih tindak pidana (sebagaimana dirumuskan dalam perundang-undangan) dilakukan;

v  Bahwa dua/lebih tindak pidana tersebut dilakukan oleh sate orang (atau dua orang/lebih  dalam rangka penyertaan);
v   Bahwa dua/lebih tindak pidana tersebut, belum ada yang diadili;
v  Bahwa dua/lebih tindak pidana tersebut akan diadili sekaligus.

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai pengertian gabungan melakukan tindak pidana maka perlu diketahui bagaimana pendapat para sarjana hukum dalam memberikan definisi mengenai gabungan melakukan tindak pidana ini. Gabungan melakukan tindak pidana sering diistilahkan dengan concursus atau samenloop yang berarti perbarengan melakukan tindak pidana yang dilakukan oleh satu orang.

Dalam KUHP gabungan melakukan tindak pidana sering diistilahkan dengan Samenloop van Strafbare Feiten yaitu satu orang yang melakukan beberapa peristiwa pidana, sementara itu Mas’ad Ma’shum memberikan definisi gabungan melakukan tindak pidana ini dengan beberapa perbuatan yang dilakukan oleh seseorang[2].

Dari  beberapa pengertian di atas, terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu tentang pengertian gabungan melakukan tindak pidana itu sendiri dan mengenai penyertaan dan juga mengenai tindak pidana berulang.
Pada delik penyertaan (delneming) terlibat beberapa orang dalam satu perbuatan yang dapat dihukum, sedangkan pada gabungan beberapa perbuatan atau concursus terdapat beberapa perbuatan yang dapat dihukum yang dilakukan oleh satu orang, sebagaimana dalam recidive. Akan tetapi dalam recividive, beberapa perbuatan pidana yang telah dilakukan diselingi oleh suatu putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan tetap, sehingga karenanya terhukum dinyatakan telah mengulang kembali melakukan kejahatan.
Sementara itu dalam gabungan melakukan tindak pidana, pelaku telah berturut-turut melakukan beberapa perbuatan pidana tanpa memberi kesempatan pada pengadilan untuk mengadili dan menjatuhkan hukuman atas salah satu perbuatan tersebut.
Gabungan melakukan tindak pidana juga sering dipersamakan dengan perbarengan melakukan tindak pidana yaitu seseorang yang melakukan satu perbuatan yang melanggar beberapa ketentuan hukum atau melakukan beberapa perbuatan pidana yang masing-masing perbuatan itu berdiri sendiri yang akan diadili sekaligus, dimana salah satu dari perbuatan itu belum mendapatkan keputusan tetap.
Gabungan melakukan tindak pidana (concursus) diatur dalam KUHP mulai pasal 63 sampai 71 buku I Bab VI. Dari pasal-pasal tersebut nantinya dapat menghapus kesan yang selama ini ada dalam masyarakat bahwa seseorang yang melakukan gabungan beberapa perbuatan pidana, ia akan mendapatkan hukuman yang berlipat ganda sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya.
Adapun bunyi pasal-pasal[3] yang menjadi dasar hukum dari gabungan melakukan tindak pidana ini, adalah:


1.        Pasal 63 tentang Concursus Idealis
1.      Kalau sesuatu perbuatan termasuk dalam lebih dari satu ketentuan pidana, maka hanyalah satu saja dari ketentuan-ketentuan itu yang dipakai; jika pidana berlain, maka yang dipakai ialah ketentuan yang terberat pidana pokoknya;
2.      Kalau bagi sesuatu perbuatan yang dapat dipidana karena ketentuan pidana umum, ada ketentuan pidana khusus, maka ketentuan pidana khusus itu sajalah yang digunakan.

Dari pasal tersebut maka orang yang melakukan  tindak pidana sekaligus dapat dikatakan melakukan peristiwa pidana gabungan sebagaimana dimaksud oleh pasal ini.
Sedangkan ayat 2 menjelaskan apabila ada sesuatu perbuatan yang dapat dipidana menurut ketentuan pidana yang khusus di samping pidana yang umum, maka ketentuan pidana yang khusus itulah yang dipakai. Ini adalah penjelmaan slogan kuno yang berbunyi lex specialis derogat lex generalis.

2.      Pasal 64 tentang Vorgezette Handeling[4]
1.      Kalau antara beberapa perbuatan ada perhubungannya, meskipun perbuatan itu masing-masing telah merupakan kejahatan atau pelanggaran, sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan yang berturut-turut, maka hanyalah satu ketentuan pidana saja yang digunakan ialah ketentuan yang terberat pidana pokoknya;
2.      Begitu juga hanyalah satu ketentuan pidana yang dijalankan, apabila orang disalahkan memalsukan atau merusak uang dan memakai benda, yang terhadapnya dilakukan perbuatan memalsukan atau merusak uang itu;
3.      Akan tetapi jikalau kejahatan yang diterangkan dalam pasal 364, 373, 379 dan pasal 407 ayat pertama dilakukan dengan berturut-turut, serta jumlah kerugian atas kepunyaan orang karena perbuatan itu lebih dari Rp. 25,- maka dijalankan ketentuan pidana pasal 362, 372, 378, atau 406.

Pasal 64 ini menjadi dasar hukum bagi perbuatan yang berkelanjutan yaitu antara perbuatan yang satu dengan yang lainnya ada kaitannya. Tindak pidana yang dikategorikan sebagai perbuatan pidana yang berkelanjutan seperti pencurian ringan (pasal 364), penggelapan ringan (pasal 373), penggelapan biasa (pasal 372) selanjutnya beberapa penipuan ringan (pasal 379), penipuan biasa (pasal 378), perusakan barang (pasal 407 ayat 1) dan juga perusakan barang biasa (pasal 406).

3.      Pasal 65 tentang Concursus Realis 
1.      Jika ada gabungan beberapa perbuatan, yang masing-masingnya harus dipandang  sebagai satu perbuatan bulat dan yang masing-masingnya merupakan kejahatan yang terancam dengan pidana pokoknya yang sama, maka satu pidana saja yang dijatuhkan;
2.      Maksimum pidana itu ialah jumlah maksimum yang diancamkan atas tiap-tiap perbuatan itu, tetapi tidak boleh lebih dari yang terberat ditambah sepertiganya.

Apa yang tersirat dalam pasal 65 ini  adalah bentuk gabungan beberapa kejahatan (concursus realis). Apabila terdapat seseorang yang melakukan beberapa kejahatan, akan dijatuhi satu hukuman saja apabila hukuman yang diancamkan adalah sejenis hukuman mana  tidak boleh lebih dari maksimum bagi kejahatan yang terberat ditambah dengan sepertiganya. Pasal 65 ini membahas tentang gabungan kejahatan yang hukumannya sejenis.

4.      Pasal 66 KUHP
1.      Dalam hal gabungan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan bulat (yang berdiri sendiri), dan merupakan beberapa kejahatan, yang atasnya ditentukan pidana pokok yang tidak semacam, maka setiap pidana itu dijatuhkan,  tetapi jumlah lamanya tidak boleh melebihi pidana yang  tertinggi ditambah sepertiganya;
2.      Dalam hal itu pidana denda dihitung menurut lamanya maksimum pidana kurungan pengganti yang ditentukan untuk perbuatan itu.

Pasal 66 ini juga menjadi dasar hukum bagi gabungan beberapa perbuatan (concursus realis) hanya bedanya hukuman yang diancamkan bagi kejahatan-kejahatan itu tidak sejenis. Maka dari itu hukuman yang dijatuhkan tidak hanya satu melainkan tiap-tiap perbuatan itu dikenakan hukuman, namun jumlah semuanya tidak boleh lebih dari hukuman yang terberat ditambah dengan sepertiganya bagi hukuman denda diperhitungkan hukuman kurangan penggantinya.



5.      Pasal 67 KUHP
Pada pemidanaan  dengan pidana mati atau pidana seumur hidup, tidak dapat dijatuhkan di sampingnya pidana lain daripada pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang yang telah disita, dan pengumuman keputusan hakim.
   Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa hukuman kurungan dan hukuman denda tidak dapat dijatuhkan berdampingan dengan hukuman mati atau hukuman seumur hidup yang dikenakan.

6.      Pasal 68 KUHP
1.      Dalam hal ihwal yang tersebut dalam pasal 65 dan 66 maka tentang pidana tambahan berlaku ketentuan yang berikut di bawah ini:
Ø  Pidana mencabut hak yang sama dijadikan satu pidana, lamanya, sekurang-kurangnya dua tahun, selama-lamanya lima tahun lebih dari pidana pokok atau pidana pokok yang dijatuhkan lain dari denda, dijadikan satu pidana sekurang-kurangnya dua tahun dan selama-lamanya lima tahun; (KUHP pasl 38)
Ø  Pidana mencabut hak yang berlain-lainan, dijatuhkan masing-masing bagi tiap-tiap kejahatan dengan tidak dikurangi;
Ø  Pidana merampas barang, begitu juga pidana kurungan pengganti jika barang itu tidak diserahkan, dijatuhkan masing-masing bagi tiap-tiap kejahatan yang tidak dikurangi.

2.      Jumlah pidana kurungan pengganti itu lamanya tidak lebih lama dari delapan bulan.

Pasal di atas berbicara mengenai apabila seorang hakim akan menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak-hak tertentu yang sama jenisnya. Lamanya pencabutan harus sama dengan  lamanya hukuman penjara atau hukuman kurungan yang dijatuhkan, ditambah dengan sedikit-dikitnya dua tahun dan selama-lamanya lima tahun.
Apabila hukuman tersebut tidak sama jenisnya, pencabutan hak itu dijatuhkan pada tiap-tiap kejahatan yang dituduhkan, tanpa dikurangi.  Demikian pula apabila dijatuhkan hukuman tambahan berupa perampasan barang-barang tertentu dari hukuman kurungan pengganti itu tidak diserahkan, maka tiap-tiap hukuman harus dijatuhkan tanpa dikurangi, sementara itu hukuman pengganti lainnya tidak boleh lebih dari delapan bulan.

7.      Pasal 69 KUHP
1.      Perbandingan berat pidana pokok yang tidak semacam, ditentukan menurut urutan pada pasal 10;
2.      Dalam hal hakim dapat memilih antara beberapa macam pidana pokok, maka untuk perbandingan hanya pidana yang terberat saja yang dapat dipilihnya;
3.       Perbandingan beratnya pidana pokok yang semacam, ditentukan oleh maksimumnya;
4.      Perbandingan lamanya pidana pokok yang tidak semacam, maupun pidana pokok yang semacam ditentukan pula oleh maksimumnya.

Sebagaimana diketahui bahwa hukuman terdiri dari dua macam yaitu hukuman pokok dan hukuman tambahan yang ketentuannya terdapat dalam pasal 10, apabila terdapat dua hukuman yang berbeda maka diharapkan dipilih hukuman yang  terberat, perbandingan lamanya hukuman yang tidak sejenis ditentukan oleh maksimumnya.

8.      Pasal 70 KUHP
1.      Jika ada gabungan secara yang termaktub dalam pasal 65 dan 66 antara pelanggaran dengan kejahatan atua antara pelanggaran dengan pelanggaran, maka dijatuhkan pidana bagi tiap pelanggaran itu dengan tidak dikurangi. 
2.      Untuk pelanggaran jumlah pidana kurungan dan pidana kurungan pengganti, tidak boleh lebih dari satu tahun empat bulan dan jumlah pidana kurungan pengganti tidak boleh melebihi delapan bulan.

Pasal 70 ini memuat tentang gabungan kejahatan dengan pelanggaran atau pelanggaran dengan pelanggaran. Maka dalam hal ini setiap kejahatan harus dijatuhi hukuman tersendiri begitu juga dengan pelanggaran harus dijatuhkan hukuman sendiri-sendiri. Apabila terdapat hukuman kurungan maka hal ini tidak lebih dari satu tahun empat bulan sedang apabila mengenai hukuman kurungan pengganti denda tidak boleh lebih dari delapan bulan.

9.      Pasal 70 KUHP

Dalam melakukan pasal 65, 66 dan 70 maka kejahatan yang diterangkan dalam pasal 302, ayat (1), 352, 364, 373, 379, dan 482 dianggap sebagai pelanggaran,  tetapi jika dijatuhkan pidana penjara jumlah pidana ini bagi kejahatan-kejahatan tersebut tidak boleh melebihi delapan bulan.
Untuk menjalankan peraturan dalam pasal 65, 66, dan 70 maka untuk kejahatan ringan harus dijatuhi hukuman sendiri-sendiri, dengan ketentuan apabila dijatuhi hukuman penjara maka tidak boleh lebih dari delapan bulan.

10.  Pasal 71 KUHP
1.      Kalau seseorang, sesudah dipidana disalahkan pula berbuat kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan sebelum ia dipidana itu, maka pidana yang dahulu itu turut dihitung, dengan menggunakan ketentuan dalam bab ini dalam hal perkara-perkara itu, kecuali yang ditentukan dalam ayat berikut.
2.      Kalau seseorang, sesudah dipidana penjara seumur hidup, disalahkan pula berbuat kejahatan yang dilakukan sebelum ia dipidana, dan yang diancam dengan pidana mati, maka dapat dijatuhkan pidana mati[5].  

Perbuatan yang dilakukan dalam bentuk gabungan tidak senantiasa dapat diadili sekaligus dalam waktu yang sama. Dari pasal-pasal di atas maka dapatlah diketahui bagaimana sistem pemberian hukuman bagi pelaku tindak pidana gabungan.

B. TEORI GABUNGAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA

Pokok persoalan dalam gabungan melakukan tindak pidana adalah mengenai bagaimana sistem pemberian hukuman bagi seseorang yang telah melakukan delik gabungan, sebagaimana dijelaskan dalam bab pertama bahwa dalam KUHP terdapat empat teori yang dipergunakan untuk memberikan hukuman bagi pelaku tindak pidana gabungan, yaitu:

1.      Absorbsi Stelsel
Dalam sistem ini pidana yang dijatuhkan ialah pidana yang terberat di antara beberapa pidana yang diancamkan. Dalam hal ini seakan-akan pidana yang ringan terserap oleh pidana yang lebih berat. Kelemahan dari sistem ini ialah terdapat kecenderungan pada pelaku jarimah untuk melakukan perbuatan pidana yang lebih ringan sehubungan dengan adanya ancaman hukuman yang lebih berat. Dasar daripada sistem hisapan ini ialah pasal 63 dan 64, yaitu untuk gabungan tindak pidana tunggal dan perbuatan yang dilanjutkan.

2.      Absorbsi Stelsel yang  Dipertajam (Absorpsi Diperberat)
Dalam sistem ini ancaman hukumannya adalah hukuman yang terberat, namun masih harus ditambah 1/3 kali maksimum hukuman terberat yang disebutkan. Sistem ini dipergunakan untuk gabungan tindak pidana berganda dimana ancaman hukuman pokoknya ialah sejenis. Adapun dasar yang digunakan adalah pasal 65.

3.      Cumulatie Stelsel

Adalah sistem cumulasi yang semua ancaman hukuman dari gabungan tindak pidana tersebut dijumlahkan, tanpa ada pengurangan apa-apa dari penjatuhan hukuman tersebut. Sistem ini berlaku untuk gabungan tindak pidana berganda terhadap pelanggaran dengan pelanggaran dan kejahatan dengan pelanggaran. Dasar hukumnya adalah pasal 70 KUHP.

4.      Cumulatie yang Diperlunak
Yaitu tiap-tiap ancaman hukuman dari masing-masing kejahatan yang telah dilakukan, dijumlahkan seluruhnya[6]. Namun tidak boleh melebihi maksimum terberat ditambah sepertiganya. Sistem ini berlaku untuk gabungan tindak pidana berganda, dimana ancaman hukuman pokoknya tidak sejenis. Adapun dasar hukum sistem ini adalah pasal 66 KUHP.
Dari keempat stelsel di atas yang sering dipergunakan hanyalah tiga, yaitu sistem absorbsi, absorbsi yang dipertajam, dan cumulasi yang diperlunak. Sementara itu cumulatie murni tidak pernah dipergunakan dalam praktek, karena bertentangan dengan ajaran samenloop yang pada prinsipnya meringankan terdakwa. 

Sebagaimana diketahui bahwa adanya gabungan perbuatan maka menimbulkan adanya gabungan pemidanaan. Abdul al Qadir Audah dalam kitabnya Al-Tasyri’ al Jinaiy al Islami menjelaskan bahwa menurutnya dalam hukum positif terdapat tiga metode yang berkaitan dengan gabungan jarimah ini, yaitu:

  1. Metode Penggabungan (al-Jam’u). Metode ini menghendaki diterapkannya atas pelaku kejahatan, hukuman bagi tiap-tiap kejahatan yang dilakukan, teori ini disebut juga           dengan teori kumulasi atau teori berganda.
  2. Metode Penyerapan (al-Jabbu) yaitu memberikan hukuman yang paling berat di antara       hukuman-hukuman yang lain yang harus diberikan. Metode ini menghendaki agar pelaku          kejahatan tidak menerima hukuman kecuali hukuman yang paling berat atas beberapa jarimah yang dilakukannya. Teori ini disebut juga teori Absorbsi.
  3. Metode Pencampuran (al-Mukhtalath) yaitu adanya penggabungan beberapa jenis hukuman namun tidak melampaui batas tertentu.[7]
Pembahasan mengenai sistem hukuman tersebut di atas selanjutnya akan dibahas  dalam bentuk-bentuk gabungan melakukan tindak pidana menurut KUHP. 

C.    BENTUK-BENTUK GABUNGAN MELAKUKAN TINDAK PIDANA

Gabungan hukuman terjadi ketika terdapat gabungan melakukan tindak pidana. Gabungan melakukan tindak pidana hanya ada ketika seseorang melakukan beberapa jarimah sebelum ada ketetapan hukum final terhadap satu atau lebih perbuatan-perbuatan itu.
Menurut ilmu hukum, dalam hukum positif terdapat tiga bentuk gabungan melakukan tindak pidana, yaitu:

1.      Gabungan satu perbuatan / concursus idealis / Eendaadse Samenloop
2.      Perbuatan berlanjut / Voorgezette Handeling
3.      Gabungan beberapa perbuatan / concursus realis / Meerdaadse Samenloop

Adapun penjelasan dari ketiga bentuk gabungan tindak pidana tersebut adalah sebagai berikut[8]:

I.       Gabungan satu perbuatan atau concursus idealis atau eendaadse samenloop
Yaitu gabungan suatu perbuatan apabila seseorang melakukan suatu perbuatan dan dengan melakukan perbuatan itu ia melakukan pelanggaran atas beberapa peraturan pidana. 
Concursus idealis ini  diatur dalam pasal 63 ayat (1) KUHP, yaitu:
Kalau sesuatu perbuatan termasuk dalam lebih dari satu ketentuan pidana, maka hanyalah satu saja dari ketentuan-ketentuan itu yang dipakai; jika pidana  berlain, maka yang dipakai ialah ketentuan yang terberat pidana pokoknya”.


Gabungan satu perbuatan (concursus idealis) menurut pasal 63 ini adalah melakukan suatu perbuatan yang di dalamnya termasuk beberapa ketentuan pidana yang tidak dapat dipisah-pisahkan antara yang satu tanpa menghapuskan yang lain (conditio sine quanon). 
Yang menjadi pokok persoalan dalam concursus idealis ini adalah mengenai pengertian suatu perbuatan (feit). Pertanyaan apakah suatu perbuatan itu dapat dikatakan sebagai gabungan perbuatan bersamaan, ternyata sulit untuk menjawabnya. Ilmu pengetahuan dan pengalaman masih selalu mencari batas yang dapat dipakai untuk semuanya, meskipun dari  beberapa putusan hakim sudah dapat dilihat adanya beberapa petunjuk, putusan masih juga sedikit banyak berdasarkan pertimbangan kasuistis. Dalam perkembangannya pengertian mengenai feit ini bermacam-macam. Pendapat lama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan feit adalah perbuatan material.

Jonkers berpendapat sebagaimana dikutip oleh E. Utrecht dalam bukunya Hukum Pidana mendefinisikan satu perbuatan itu merupakan perbuatan yang dapat dihukum apabila suatu perbuatan yang dapat dihukum tidak dapat masuk dalam beberapa peraturan hukuman, karena setiap perbuatan yang dapat dihukum sudah memiliki peraturan hukum sendiri-sendiri. Hal ini berarti perbuatan mempunyai arti materiil artinya bahwa suatu perbuatan pidana itu harusnya benar-benar terjadi. Sementara itu pengarang-pengarang klasik seperti Van Hamel, Simons dan Zevenbergen menafsirkan feit sebagai satu perbuatan fisik (Lichamelijke Handeling). Vos membuat pula satu perumusan jelas tentang feit sebagai satu perbuatan fisik, yaitu perbuatan materiil atau perbuatan fisik, adalah perbuatan yang dilihat terlepas dari akibat yang ditentukan oleh perbuatan itu, terlepas dari unsur-unsur subyektif (kesalahan) dan terlepas pula dari semua unsur-unsur yang menyertai. 

Sebagai contoh misalnya seseorang  yang mengendari sepeda motor pada malam hari dan juga dalam keadaan mabuk, dengan kendaraan tanpa lampu dan tanpa SIM. Dalam kasus ini apabila diterapkan dalam pengertian satu perbuatan secara materiil maka kasus tersebut hanyalah terdapat satu perbuatan atau satu gerakan badan atau tindakan fisik semata, sehingga kasus inipun merupakan gabungan  satu perbuatan sebagaimana yang terdapat dalam Arrest Hoge Road tanggal 26 Mei 1930. Namun demikian, hal ini tidak dapat memberikan kepuasan hukum karena pada dasarnya hukum pidana tidak mempersoalkan gerakan-gerakan badan. Berangkat dari kasus tersebut maka pada tanggal 15 Pebruari 1932 Hoge Road merubah pendiriannya yang mana hal itu bertentangan dengan Hoge Road tanggal 26 Mei 1930. Menurut Hoge Road 15 Pebruari 1932 dalam kasus tersebut di atas orang tersebut melakukan dua macam pelanggaran yang masing-masing berdiri sendiri dan berlainan sifat.

II.                perbuatan tersebut tidak dapat dianggap menghasilkan gabungan dari beberapa   perbuatan dengan pertimbangan:
1.      Bahwa ciri dari perbuatan pertama harus dicari di dalam situasi dimana seseorang berada, sedangkan yang kedua di dalam keadaan kendaraan bermotornya. Bahwa kedua perbuatan tersebut harus dipandang dari sudut hukum pidana, terlepas satu sama lain.
2.      Bahwa kebersamaan kejadian adalah bukan sesuatu hal yang sesungguhnya harus        timbul, berhubung perbuatan yang pertama tidak menimbulkan yang kedua maka dari perbuatan yang pertama tidak dapat dianggap sebagai dalam keadaan dimana perbuatan yang lain berada.

Ada beberapa pendapat dari pakar hukum pidana tentang gabungan melakukan tindak pidana, adapun menurut Van Hattum sebagaimana yang ditulis oleh:
1.      Wirdjono Prodjodikoro dalam bukunya memberikan alasan dari perubahan urisprudensi Hoge Road 30 Mei 1930 dengan Hoge Road tanggal 15 Pebruari 1932, adalah:
a.       Bahwa pada pactum perbuatan seorang mabuk, hal yang menentukan ada dalam keadaan si pelaku, sedangkan pada pactum mengendarai mobil tanpa 2 lampu, hal  yang menentukan ialah keadaan mobilnya, maka ini dianggap ada 2 perbuatan.
b.      Bahwa kedua perbuatan ini dalam gagasan seseorang dapat dipandang lepas satu  dari yang lain.
c.       Bahwa tiap-tiap perbuatan ini masing-masing merupakan suatu tindak pidana yang berdiri sendiri dan yang bersifat berlainan satu dari yang lain.
d.      Bahwa tiap-tiap perbuatan itu yang satu tidak diliputi oleh yang lain.
e.       Bahwa dari kedua perbuatan itu yang satu tidak diliputi oleh yang lain
f.       Bahwa satu dari kedua perbuatan itu tidak dapat dianggap suatu keadaan yang di dalamnya perbuatan yang lain dilakukan.
g.      Bahwa kedua perbuatan itu dapat nampak dan dikonstatir terlepas satu dari yang lain  dan mungkin pada waktu-waktu yang berlainan.
Pada tanggal 6 Juni 1932 muncul lagi keputusan Hoge Road dalam kasus yang berbeda yaitu menangkap ikan dengan alat penangkap ikan yang dilarang, kecuali dengan surat ijin, dan dilakukan di perairan. Dengan tidak ada ijin dari yang punya, biarpun merupakan suatu perbuatan adalah dua perbuatan yang sifatnya berlainan yang senyatanya terpisah satu sama lain. Keputusan inipun ternyata belum juga dapat memenuhi rasa keadilan dari perasaan hukum sehingga muncul Arrest Hoge Road yang lain seperti pada tanggal 24 Oktober 1932.
Yurisprudensi Hoge Road tahun 1932 tersebut kemudian disusul oleh arrest-arrest yang lain; pada tanggal 1 Mei 1934 muncul kembali Arrest Hoge Road yang ini diharapkan dapat memberikan solusi dari makna satu perbuatan ini yang menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan satu perbuatan dalam pasal 63 ialah sebagai sebutan untuk segala tindakan yang dapat dihimpun di dalam satu ketentuan pidana.

2.      POMPE: Hukum tidak mengenal gerakan otot atau gerakan-gerakan badan tetapi berbagai tujuan atau satu tujuan yang harus dicapai oleh sesuatu tindakan, tujuan yang khas dari tindakan itu adalah menentukan jawaban atas pertanyaan: “Apakah terdapat gabungan satu perbuatan atau gabungan dari beberapa perbuatan?” Satu perbuatan yang dimaksud dalam pasal 63 harus dipandang dari sudut hukum pidana.

3.      VOS: Hanya terdapat gabungan satu perbuatan, apabila hanya terjadi satu peristiwa yang nyata dan tegas atau apabila terdapat beberapa akibat yang nyata atau perbuatan yang satu merupakan conditio sine quanon dari perbuatan lain.

4.      Taverne: gabungan beberapa perbuatan terjadi apabila tindakan yang berbeda dari sudut hukum pidana inconcreto dapat dianggap satu sama lain terlepas.


5.      V. Bemmelen: Gabungan satu perbuatan atas beberapa perbuatan pidana adalah tergantung pada terlanggarnya satu atau beberapa kepentingan hukum atau apakah terdakwa dengan melakukan perbuatan yang satu dengan sendirinya melakukan perbuatan yang lain.

Dari berbagai pendapat serta arrest-arrest Hoge Road tersebut di atas ternyata belum memberikan dasar yang tegas, namun demikian adanya pemaknaan satu perbuatan ke dalam pengertian materiil yaitu gerakan badan sebenarnya sudah dapat dijadikan sebagai dasar bagi gabungan pidana ini.

III.    Perbuatan berlanjut (Voorgezette Handeling)[9]
Apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan dan beberapa perbuatan itu merupakan tindak pidana sendriri. Tetapi di antara perbuatan itu ada yang hubungan sedemikian eratnya satu sama lain sehingga beberapa perbuatan itu harus dianggap sebagai satu peruatan lanjutan. Hal ini diatur dalam pasal 64 KUHP dan pemidanaannya menggunakan sistem absorpsi.
Apa yang dimaksud dengan perbuatan berlanjut? Terdapat beberapa pendapat mengenai perbuatan berlanjut tersebut. Ada sarjana yang memberikan pengertian bahwa perbuatan berlanjut adalah apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan yang masing-masing merupakan delik, tetapi beberapa perbuatan yang masing-masing delik itu seolah-olah digabungkan menjadi satu delik.
Sedangkan Simons mengatakan bahwa KUHP yang berlaku sekarang tidak mengenal vorgezette handeling sebagaimana diatur dalam pasal 64 KUHP yang merupakan bentuk gabungan dalam concursus realis. Hanya tentang pemidanaan pasal 64 KUHP menyimpang dari ketentuan pasal 65 dan 66 KUHP. Menurut pasal 65 dan 66 KUHP yang dijatuhkan adalah satu pidana yang terberat ditambah dengan sepetiganya. Sedangkan menurut pasal 64 KUHP yang dijatuhkan hanya satu pidana yang diperberat. Oleh karena itu, Simons menganggap pasal 64 KUHP sebagai pengecualian terhadap concursus realis/ meerdaadse samenloop.
Adapun ciri-ciri dari perbuatan berlanjut adalah:
Ø  Tindakan-tindakan yang terjadi adalah sebagai perwujudan dari satu kehendak jahat;
Ø  Delik-delik yang terjadi itu sejenis; dan
Ø  Tenggang waktu antara terjdinya tindakan-tindakan tersebut tidak terlampau lama.
 Persoalan mengenai sejauh mana cakupan dari satu kehendak jahat tersebut erat hubungannya dengan delik dolus/ culpa dan delik materil/ formil. Untuk delik dolus dalam hubungannya dengan delik materiil/ formal tidak ada persoalan mengenai cakupan dari sau kehendak jahat tersebut.



BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

            Seseorang melakukan beberapa tindak pidana dan di antara beberapa tindak pidana tersebut belum mempunyai putusan hakim yang memperoleh kekuatan hukum tetap (in kractht) disebut Concursus. Dimana dalam gabungan tindak pidana tersebut terdapat tiga ajaran tentang Concursus atau gabungan tindak pidana yaitu Concursus idealis, realis dan perbuatan berlanjut.

            Concursus idealis terjadi apabila seseorang melakukan satu perbuatan dan ternyata satu perbuatan tersebut melanggar beberapa ketentuan hukum pidana. Sedangkan concursus realis terjadi apabila seseorang sekaligus merealisasikan beberapa perbuatan. Adapun bentuk dari concursus yang ketiga yaitu pernyataan lanjut terjadi apabila seseorang melakukan perbuatan yang sama beberapa kali, dan diantara perbuatan-perbuatan itu terdapat hubungan yang sedemikian eratnya sehingga rangakaian perbuatan itu harus di anggap sebagai perbuatan lanjutan.
    

                                













DAFTAR PUSTAKA

Adami Chazawi. 2007. Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2,  Jakarta: Raja Grafindo Persada
Ahmad Hakim.2002. Hukum Pidana Islam, Bandung: Pustaka Setia
Kanter, Sianturi.2002. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta:         Penerbit Storia Grafika
Lamintang. 1990.  Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Sinar Baru
Loqman, Loebby, Percobaan. 1996. Penyertaan dan Gabungan Tindak Pidana, Jakarta: Universitas Tarumanegara
Mukhlis, Tarmizi, Ainal Hadi. 2009.  Hukum Pidana, Banda Aceh: Syiah Kuala University Press
Soesilo, R.1993. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-Komentarnya  Lengkap Pasal demi Pasal. Bogor: Politeia
Teguh Prasetyo. 2011. Hukum Pidana, Jakarta: Raja Grafindo Persada




[2] Loqman, Loebby, Percobaan, Penyertaan dan Gabungan Tindak Pidana, (Jakarta: Universitas Tarumanegara, 1996),  hl. 215.

[3] Soesilo, R.1993. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-Komentarnya  Lengkap Pasa demi Pasal. Bogor: Politeia
        [4] Mukhlis, Tarmizi, Ainal Hadi, Hukum Pidana, (Banda Aceh: Syiah Kuala University Press, 2009), hl. 96.
[5] Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011) hl.187.
[6] Kanter, Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, (Jakarta: Penerbit Storia Grafika, 2002), 67.
[7] Ahmad Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hl. 30
[8] Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hl. 82
[9] Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Sinar Baru, 1990), hl 93.

Share

Total Tayangan Halaman

About this blog

Hidup Akan Terasa Lebih Indah Bila Dihiasi Dengan Senyuman ...
:)

(Putra El-Hilal)

About Me

SMS Gratis Di Sini

kirim

Tab

Konten tab 1 ( srcipt/kode anda )
Konten tab 2 ( script/kode anda )
KOnten tab 3 (script/kode anda)

Followers

Contributors

Search This Blog