Tulisan Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Kontemporer
oleh Wahyu Sanjaya Putra
Bayi
Tabung Dan Pandangan Islam Terhadapnya
Kata Bayi Tabung tentu sudah tidak asing lagi di kalangan
masyarakat, hanya saja pengertian bayi tabung di kalangan masyarakat berbeda
beda. Pada dasarnya Bayi Tabung bertujuan mulia yakni untuk membantu pasangan
suami istri yang mengalami kesusahan untuk memperoleh kerturunan untuk dapat
memperoleh keturunan, namun belakangan ini ada berbagai polemik yang muncul
dari proses bayi tabung ini.
Pada awalnya kemunculan
Bayi Tabung ini mendapatkan pro kontra dari kalangan kedokteran maupun alim
ulama. Di kalangan alim ulama sendiri dari berbagai negara memiliki pemahaman
yang berbeda mengenai bayi tabung ini, nah dalam tulisan ini saya akan membahas
tentang pengrtian, sejarah, serta pandangan ulama-ulama dari berbagai negara
mengenai status hukum bayi tabung.
A. Pengertian
Bayi Tabung dan Sejarahnya
Bayi
tabung adalah terobosan di dalam dunia kedokteran untuk membantu pasangan suami
istri yang subur yang mengalami kesulitan untuk memperoleh keturunan yang
disebabkan oleh beberapa sebab diantaranya penyakit yang dialami oleh suami
maupun si istri. Bayi tabung adalah proses reproduksi yang terjadi di luar
tubuh wanita atau yang dikenal dengan istilah IN VITRO FERTILIZATION (IVF) . In
Vitro berasal dari bahasa latin yang berarti di dalam sedangkan Fertilization
merupakan bahasa inggris yang artinya pembuahan.
Jadi
bayi tabung adalah proses mempertemukan sel sperma dan sel telur sehingga
terjadi pembuahan di dalam suatu wadah atau cawan petri (sejenis mangkuk kaca
berukuran kecil) yang kemudian setelah pembuahan berhasil embrio yang terbaik
akan dimasukkan ke dalam Rahim sang ibu.
Jadi
bayi tabung bukan berarti tidak hamil, namun pembuahannya tidak terjadi di
dalam melainkan di luar melalui bantuan manusia.
Inggris merupakan negara yang menjadi tonggak awal
sejarah bayi tabung di dunia . Di sanalah sejumlah dokter untuk pertama kalinya
menggagas pelaksanaan program bayi tabung. Bayi tabung pertama yang berhasil
dilahirkan dari program tersebut adalah Louise Brown yang lahir pada tahun
1978.
Di Indonesia, sejarah bayi tabung yang pertama
dilakukan di RSAB Harapan Kita, Jakarta, pada tahun 1987. Program bayi tabung
tersebut akhirnya melahirkan bayi tabung pertama di Indonesia, yakni Nugroho
Karyanto pada tahun 1988. Baru setelah itu mulai banyak bermunculan kelahiran
bayi tabung di Indonesia. Bahkan jumlahnya sudah mencapai 300 anak.
Berikut adalah
Proses-proses yang harus dilalui untuk melakukan Bayi Tabung :
1.
Konsultasi
Sebelum
memulai proses bayi tabung pasien diharuskan konsultasi terlebih dahulu kedokter.
Hal ini perlu dilakukan untuk menyiapkan mental si pasien untuk menghadapi
kejadian apapun yang mungkin saja terjadi apakah berhasil ataupun tidak, karena
tingkat keberhasilan bayi tabung masih rendah, dan juga tergantung dari usia si
calon ibu.
2.
Cek Kesehatan
Pada
proses bayi tabung tingkat kesehatan dan kesuburan wanita sangatlah penting.
Pada tahap ini tingkat kesehatan dan kesuburan anda dan pasangan anda akan
dicek. Si wanita harus memastikan kondisi apakah berada dalam kondisi yang
prima da tidak terserang penyakit rahim atau penyakit menular.
3.
Perangsangan Indung Telur
Dalam proses bayi tabung, dibutuhkan banyak sel
telur untuk bisa dibuahi oleh sperma sehingga nantinya dokter bisa memilih
embrio yang paling bagus dan berkualitas untuk dimasukkan ke dalam rahim sang
ibu.
4.
Pemantauan, pematangan dan pengambilan
sel telur
Pada proses ini akan dilakukan pemantauan
pertumbuhan folikel melalui alat bernama ultrasonografi untuk melihat
kematangan sel telur. Setelah sel telur dianggap matang dan bagus, selanjutnya
akan dilakukan proses pengambilan sel telur.
5. Pengambilan Sperma Suami
Proses pengambilan sperma ini dilakukan secara
manual oleh sang suami dengan melakukan masturbasi. Nah dari sperma yang
diperoleh, akan dipilih sperma yang berkualitas dimana memiliki ciri khas
bergerak gesit dan juga berjalan lurus.
6. Pembuahan dan Pengembangan Embrio
Inilah hal terpenting dalam Proses Bayi Tabung.
Setelah didapat sel telur dan sperma yang berkualitas, berikut akan dilakukan
proses pembuahan di laboratorium oleh dokter ahli. Dari pembuahan jika berhasil
maka akan berkembang menjadi embrio. Nah embrio yang terbaiklah yang akan
dimasukkan kembali ke dalam rahim sang ibu. Sementara embrio yang tersisa akan
disimpan untuk digunakan sebagai cadangan jika kehamilan gagal atau juga bisa
digunakan untuk kehamilan berikutnya.
B. Pandangan
Ulama-Ulama dari berbagai Negara mengenai status hukum bayi tabung
1.
Indonesia
Menurut Fatwa MUI (hasil komisi fatwa
tanggal 13 Juni 1979), Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia memfatwakan
sebagai berikut :
a.
Bayi tabung
dengan sperma clan ovum dari pasangan suami isteri yang sah hukumnya mubah
(boleh), sebab hak ini termasuk ikhiar berdasarkan kaidahkaidah agama.
b.
Bayi tabung
dari pasangan suami-isteri dengan titipan rahim isteri yang lain (misalnya dari
isteri kedua dititipkan pada isteri pertama) hukumnya haram berdasarkan kaidah
Sadd az-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang rumit dalam
kaitannya dengan masalah warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan
ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya, dan
sebaliknya).
c.
Bayi tabung
dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram
berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masala~ yang
pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam kaitannya
dengan hal kewarisan.
d.
Bayi tabung
yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangna suami isteri yang sah
hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan
jenis di luar pernikahan yang sah (zina), dan berdasarkan kaidah Sadd
az-zari’ah, yaitu untuk menghindarkan terjadinya perbuatan zina sesungguhnya.
Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa
terkait masalah ini dalam forum Munas Alim Ulama di Kaliurang, Yogyakarta pada
1981. Ada tiga keputusan yang ditetapkan ulama NU terkait masalah bayi tabung:
·
Apabila mani
yang ditabung dan dimasukan ke dalam rahim wanita tersebut ternyata bukan mani
suami-istri yang sah, maka bayi tabung hukumnya haram.
Hal itu didasarkan pada
sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak
ada dosa yang lebih besar setelah syirik dalam pandangan Allah SWT,
dibandingkan perbuatan seorang lelaki yang meletakkan spermanya (berzina) di
dalam rahim perempuan yang tidak halal baginya.”
·
Apabila sperma
yang ditabung tersebut milik suami-istri, tetapi cara mengeluarkannya tidak
muhtaram, maka hukumnya juga haram. “Mani muhtaram adalah mani yang
keluar/dikeluarkan dengan cara yang tidak dilarang oleh syara’,” papar ulama NU
dalam fatwa itu.
Terkait mani yang
dikeluarkan secara muhtaram, para ulama NU mengutip dasar hukum dari Kifayatul
Akhyar II/113. “Seandainya seorang lelaki berusaha mengeluarkan spermanya
(dengan beronani) dengan tangan istrinya, maka hal tersebut diperbolehkan,
karena istri memang tempat atau wahana yang diperbolehkan untuk
bersenang-senang.”
·
Apabila mani
yang ditabung itu mani suami-istri dan cara mengeluarkannya termasuk muhtaram,
serta dimasukan ke dalam rahim istri sendiri, maka hukum bayi tabung menjadi
mubah (boleh).
2.
Malaysia
Ulama di Malaysia yang tergabung dalam Jabatan
Kemajuan Islam Malaysia memberi fatwa tentang bayi tabung yang menghasilkan
keputusan sebagai berikut:
Keputusan 1 :
·
Bayi Tabung Uji
dari benih suami isteri yang dicantumkan secara “terhormat” adalah sah di sisi
Islam. Sebaliknya benih yang diambil dari bukan suami isteri yang sah bayi
tabung itu adalah tidak sah.
·
Bayi yang
dilahirkan melalui tabung uji itu boleh menjadi wali dan berhak menerima harta
pesaka dari keluarga yang berhak.
·
Sekiranya benih
dari suami atau isteri yang dikeluarkan dengan cara yang tidak bertentangan
dengan Islam, maka ianya dikira sebagai cara terhormat.
Keputusan 2 :
·
Bayi Tabung Uji
dari benih suami isteri yang dicantumkan secara “terhormat” adalah sah di sisi
Islam. Sebaliknya benih yang diambil dari bukan suami isteri yang sah bayi
tabung itu adalah tidak sah.
·
Bayi yang
dilahirkan melalui tabung uji itu boleh menjadi wali dan berhak menerima harta
pesaka dari keluarga yang berhak.
·
Sekiranya benih dari
suami atau isteri yang dikeluarkan dengan cara yang tidak bertentangan dengan
Islam, maka ianya dikira sebagai cara terhormat.
3.
Arab Saudi
Menurut salah satu putusan Fatwa Ulama Saudi Arabia,
disebutkan bahwa Alim ulama di lembaga riset pembahasan ilmiyah, fatwa, dakwah
dan bimbingan Islam di Kerajaan Saudi Arabia telah mengeluarkan fatwa
pelarangan praktek bayi tabung. Karena praktek tersebut akan menyebabkan
terbukanya aurat, tersentuhnya kemaluan dan terjamahnya rahim. Kendatipun mani
yang disuntikkan ke rahim wanita tersebut adalah mani suaminya. Menurut
pendapat saya, hendaknya seseorang ridha dengan keputusan Allah Ta’ala, sebab
Dia-lah yang berfirman dalam kitab-Nya:
Dia menjadikan
mandul siapa yang Dia dikehendaki. (QS. 42:50)
Namun demikian ada fatwa lain yang dikeluarkan oleh Majelis Mujamma’
Fiqih Islami. Majelis ini menetapkan sebagai berikut:
Pertama: Lima perkara berikut ini diharamkan dan terlarang sama sekali,
karena dapat mengakibatkan percampuran nasab dan hilangnya hak orang tua serta
perkara-perkara lain yang dikecam oleh syariat :
1) Sperma yang diambil dari pihak lelaki disemaikan kepada indung telur
pihak wanita yang bukan istrinya kemudian dicangkokkan ke dalam rahim istrinya.
2) Indung telur yang diambil dari pihak wanita disemaikan kepada sperma yang
diambil dari pihak lelaki yang bukan suaminya kemudian dicangkokkan ke dalam
rahim si wanita.
3) Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut diambil dari sepasang
suami istri, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim wanita lain yang bersedia
mengandung persemaian benih mereka tersebut.
4) Sperma dan indung telur yang disemaikan berasal dari lelaki dan wanita
lain kemudian dicangkokkan ke dalam rahim si istri.
5)
Sperma dan indung telur yang disemaikan tersebut
diambil dari seorang suami dan istrinya, kemudian dicangkokkan ke dalam rahim
istrinya yang lain
kedua: Dua perkara berikut ini boleh dilakukan jika memang sangat
dibutuhkan dan setelah memastikan keamanan dan keselamatan yang harus
dilakukan, sebagai berikut:
1)
Sperma tersebut diambil dari si
suami dan indung telurnya diambil dari istrinya kemudian disemaikan dan
dicangkokkan ke dalam rahim istrinya.
2)
Sperma si suami diambil kemudian di
suntikkan ke dalam saluran rahim istrinya atau langsung ke dalam rahim istrinya
untuk disemaikan.
Secara umum beberapa perkara yang sangat perlu
diperhatikan dalam masalah ini adalah aurat vital si wanita harus tetap terjaga
(tertutup) demikian juga kemungkinan kegagalan proses operasi persemaian sperma
dan indung telur itu sangat perlu diperhitungkan. Demikian pula perlu
diantisipasi kemungkinan terjadinya pelanggaran amanah dari orang-orang yang
lemah iman di rumah-rumah sakit yang dengan sengaja mengganti sperma ataupun
indung telur supaya operasi tersebut berhasil demi mendapatkan materi dunia.
Oleh sebab itu dalam melakukannya perlu kewaspadaan yang ekstra ketat.
Sementara itu Syaikh Nashiruddin
Al-Albani sebagai tokoh ahli sunnah wal jamaah berpendapat lain, beliau
berpendapat sebagai berikut : “Tidak boleh, karena proses pengambilan mani (sel
telur wanita) tersebut berkonsekuensi minimalnya sang dokter (laki-laki) akan
melihat aurat wanita lain. Dan melihat aurat wanita lain (bukan istri sendiri)
hukumnya adalah haram menurut pandangan syariat, sehingga tidak boleh dilakukan
kecuali dalam keadaan darurat.
Sementara tidak terbayangkan sama sekali keadaan
darurat yang mengharuskan seorang lelaki memindahkan maninya ke istrinya dengan
cara yang haram ini. Bahkan terkadang berkonsekuensi sang dokter melihat aurat
suami wanita tersebut, dan ini pun tidak boleh.
Lebih dari itu, menempuh cara ini merupakan sikap
taklid terhadap peradaban orang-orang Barat (kaum kuffar) dalam perkara yang
mereka minati atau (sebaliknya) mereka hindari. Seseorang yang menempuh cara
ini untuk mendapatkan keturunan dikarenakan tidak diberi rizki oleh Allah
berupa anak dengan cara alami (yang dianjurkan syariat), berarti dia tidak
ridha dengan takdir dan ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala atasnya. Jikalau
saja Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan dan membimbing kaum
muslimin untuk mencari rizki berupa usaha dan harta dengan cara yang halal,
maka lebih-lebih lagi tentunya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menganjurkan dan membimbing mereka untuk menempuh cara yang sesuai dengan
syariat (halal) dalam mendapatkan anak.” (Fatawa Al-Mar`ah Al-Muslimah hal.
288).
C.
Dalil tentang Bayi tabung
Ajaran syariat Islam
mengajarkan kita untuk tidak boleh berputus asa dan menganjurkan untuk
senantiasa berikhtiar (usaha) dalam menggapai karunia Allah SWT. Demikian
halnya di ntara pancamaslahat yang diayomi oleh maqashid asy-syari’ah (tujuan
filosofis syariah Islam) adalah hifdz an-nasl (memelihara fungsi dan kesucian
reproduksi) bagi kelangsungan dan kesinambungan generasi umat manusia. Allah
telah menjanjikan setiap kesulitan ada solusi (QS.Al-Insyirah:5-6)
termasuk kesulitan reproduksi manusia dengan adanya kemajuan teknologi
kedokteran dan ilmu biologi modern yang Allah karuniakan kepada umat manusia
agar mereka bersyukur dengan menggunakannya sesuai kaedah ajaran-Nya.
Masalah inseminasi buatan ini menurut pandangan
Islam termasuk masalah kontemporer ijtihadiah, karena tidak terdapat hukumnya
seara spesifik di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah bahkan dalam kajian fiqih
klasik sekalipun. Karena itu, kalau masalah ini hendak dikaji menurut Hukum
Islam, maka harus dikaji dengan memakai metode ijtihad yang lazimnya dipakai
oleh para ahli ijtihad (mujtahidin), agar dapat ditemukan hukumnya yang sesuai
dengan prinsip dan jiwa Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan sumber pokok
hukum Islam. Namun, kajian masalah inseminasi buatan ini seyogyanya menggunakan
pendekatan multi disipliner oleh para ulama dan cendikiawan muslim dari
berbagai disiplin ilmu yang relevan, agar dapat diperoleh kesimpulan hukum yang
benar-benar proporsional dan mendasar. Misalnya ahli kedokteran, peternakan,
biologi, hukum, agama dan etika.
Bayi tabung pada manusia harus diklasifikasikan
persoalannya secara jelas. Bila dilakukan dengan sperma atau ovum suami isteri
sendiri, baik dengan cara mengambil sperma suami kemudian disuntikkan ke dalam
vagina, tuba palupi atau uterus isteri, maupun dengan cara pembuahannya di luar
rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam di dalam rahim istri; maka
hal ini dibolehkan, asal keadaan suami isteri tersebut benar-benar memerlukan
inseminasi buatan untuk membantu pasangan suami isteri tersebut memperoleh
keturunan. Hal ini sesuai dengan kaidah ‘al hajatu tanzilu manzilah al
dharurat’ (hajat atau kebutuhan yang sangat mendesak diperlakukan seperti
keadaan darurat).
Sebaliknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan
dengan bantuan donor sperma dan ovum, maka diharamkan dan hukumnya sama dengan
zina. Sebagai akibat hukumnya, anak hasil inseminasi itu tidak sah dan nasabnya
hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya. Menurut hemat penulis,
dalil-dalil syar’i yang dapat dijadikan landasan menetapkan hukum haram
inseminasi buatan dengan donor ialah:
1. Firman Allah
Surah Al-Isra ayat 70 :
"Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak
Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki
dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna
atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan."
At-Tin ayat 4 :
"Sesungguhnya
kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya"
Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia
diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan/keistimewaan
sehingga melebihi makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Dan Tuhan sendiri berkenan
memuliakan manusia, maka sudah seharusnya manusia bisa menghormati martabatnya
sendiri serta menghormati martabat sesama manusia. Dalam hal ini inseminasi
buatan dengan donor itu pada hakikatnya dapat merendahkan harkat manusia
sejajar dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang diinseminasi.
2. Hadist
Nabi
Hadits
Nabi Saw yang mengatakan, “tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah
dan Hari Akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (istri orang
lain).” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan dipandang Shahih oleh Ibnu Hibban).
Berdasarkan hadits tersebut para ulama sepakat
mengharamkan seseorang melakukan hubungan seksual dengan wanita hamil dari
istri orang lain. Tetapi mereka berbeda pendapat apakah sah atau tidak
mengawini wanita hamil. Menurut Abu Hanifah boleh, asalkan tidak melakukan
senggama sebelum kandungannya lahir. Sedangkan Zufar tidak membolehkan. Pada
saat para imam mazhab masih hidup, masalah inseminasi buatan belum timbul.
Karena itu, kita tidak bisa memperoleh fatwa hukumnya dari mereka.
Hadits ini juga dapat dijadikan dalil untuk
mengharamkan inseminasi buatan pada manusia dengan donor sperma dan/atau ovum,
karena kata maa’ dalam bahasa Arab bisa berarti air hujan atau air secara umum,
seperti dalam At-Thaha:53. Juga bisa berarti benda cair atau
sperma seperti dalam An-Nur:45 dan Al-Thariq:6.
Dalil lain untuk syarat kehalalan inseminasi
buatan bagi manusia harus berasal dari ssperma dan ovum pasangan yang sah
menurut syariah adalah kaidah hukum fiqih yang mengatakan “dar’ul
mafsadah muqaddam ‘ala jalbil mashlahah” (menghindari mafsadah atau mudharat)
harus didahulukan daripada mencari atau menarik maslahah/kebaikan.
Untuk Mengetahui lebih jelas proses bayi tabung alangkah baiknya jika anda menontot videonya di link di bawah ini :
Semoga Bermanfa'at...
Wassalamu'alaykum.